Pesta akhir tahun

Tafsir Ibadah sedekah



TAFSIR IBADAH
“SEDEKAH”
AL-BAQAROH 264-265




Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata kuliah Tafsir Ibadah
Dosen Pengampu: prof. Abdul Kholik Hasan
Disusun oleh         :
Joko Wahyono                121111022
Umar                                121112015
Diena lin ni’ma                121111010
JURUSAN USHULUDDIN
PROGRAM STUDI TAFSIR HADITS
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SURAKARTA
SURAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN


y7Ï9ºsŒ Ü=»tGÅ6ø9$# Ÿw |=÷ƒu ¡ ÏmÏù ¡ Wèd z`ŠÉ)­FßJù=Ïj9 ÇËÈ  
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.”[1]
È@è%ur ,ysø9$# `ÏB óOä3În/§ ( `yJsù uä!$x© `ÏB÷sãù=sù ÆtBur uä!$x© öàÿõ3uù=sù 4 !$¯RÎ) $tRôtGôãr& tûüÏJÎ=»©à=Ï9 #·$tR xÞ%tnr& öNÍkÍ5 $ygè%ÏŠ#uŽß  4 bÎ)ur (#qèVŠÉótGó¡o (#qèO$tóム&ä!$yJÎ/ È@ôgßJø9$%x. Èqô±o onqã_âqø9$# 4 š[ø©Î/ Ü>#uŽ¤³9$# ôNuä!$yur $¸)xÿs?öãB ÇËÒÈ  
“dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.”[2]
           
            Ke Dua Ayat tersebut menunjukkan bahwa al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk untuk kebaikan. Dasarnya adalah keimanan, dan puncaknya adalah amal saleh. Dalam al-Qur’an antara keimanan dan amal saleh disampaikan secara bersamaan. Keduanya merupakan inti pesan Tuhan dalam al-Qur’an. Keimanan merupakan penyerahan diri secara total kepada Tuhan dan tanda syukur yang amat tinggi atas  seluruh keluasaan rahmat-Nya. Sedangkan amal saleh merupakan tanggungjawab kemanusiaan untuk meneguhkan kemaslahatan di bumi. Karena itu, keberislaman tidak hanya berhenti pada penyerahan total kepada Tuhan, akan tetapi mesti desertai dengan amal saleh sebagai pengejawantahan darikeimanan sehingga iman tidak hanya diartikan dan dipahami secara eskatologis[3] belaka. Iman harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, karena etika umat islam, yaitu iman dan amal saleh.[4]
Keterkaitan dengan ayat diatas tentang amal saleh, Pada kesempatan kali ini pemakalah sedikit akan membahasa tentang makna sedekah. Yang hal ini diperintahkan kepada manusia terkhusus orang-orang yang beriman pada permulaan surat al-Baqoroh ayat 264 yang pemakalah ingin kaji dan beserta ayat selanjutnya 265 sesuia silabus dalam mata kuliah tafsir ibadah.
Shodaqoh sangat dianjurkan oleh agama, karena shodaqoh baik bagi kehidupan individu dan masyarakat, bahkan bagi kelangsungan hidup beragama. Sedekah adalah pemberian sesuatu yang bersifat kebaikan dari seseorang kepada orang lain atau dari suatu pihak kepada pihak lain, baik berupa materil maupun inmateril. Tanpa mengharapkan imbalan apa-apa kecuali ridha Allah SWT. Menurut mazhab Syafi’I dan ulama lain menyebutkan bahwa niat merupakan syarat sahnya sebuah ibadah. Oleh karena itu ibadah-ibadah tersebut tidah sah kecuali diiringi dengan niat. Tentunya niat disini kepada Allah semata.[5]
Pengertian shodaqoh ini sangat luas, sebab semua yang kita berikan berupa kebaikan atau yang bermanfaat baik kepada manusia maupun binatang adalah shodaqoh. Shodaqoh tidak hanya berbentuk harta/materi, tetapi immateri (rohaniyah). Semua pemberian yang kita berikan adalah cabang dari pada shodaqoh, termasuk zakat adalah shodaqoh[6].
Melaksanakan sedekah yakni membebaskan dan membersihkan dan menyucikan daripada pengaruh harta benda selama ini memperbudak diri. Ada 2 tabiat yang tumbuh pada manusia karena keinginan memiliki harta. Pertama tamak .Yang kedua bakhil atau kikir.
Besar harapannya semoga makalah yang sedikit ini dapat menambah pengetahuan bersama. Untuk kebaikan kedepannya pemakalah menerima saran dan kritik untuk perbaikan kedepannya dalam menyusun makalah selanjutnya.
















BAB II
PEMBAHASAN


A.    Al-Baqaroh ayat 264

$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qè=ÏÜö7è? Nä3ÏG»s%y|¹ Çd`yJø9$$Î/ 3sŒF{$#ur É©9$%x. ß,ÏÿYム¼ã&s!$tB uä!$sÍ Ĩ$¨Z9$# Ÿwur ß`ÏB÷sム«!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# ( ¼ã&é#sVyJsù È@sVyJx. Ab#uqøÿ|¹ Ïmøn=tã Ò>#tè? ¼çmt/$|¹r'sù ×@Î/#ur ¼çmŸ2uŽtIsù #V$ù#|¹ ( žw šcrâÏø)tƒ 4n?tã &äóÓx« $£JÏiB (#qç7|¡Ÿ2 3 ª!$#ur Ÿw Ïôgtƒ tPöqs)ø9$# tûï͍Ïÿ»s3ø9$# ÇËÏÍÈ  

 Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan Dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah Dia bersih (tidak bertanah). mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”.Q.S. Al-Baqarah:264
Secara harfiah, lafadz riya’[7] atau ri’aa’a berakar dari lafadz ra’a yang berarti melihat. ri’aa’a di sini dalam wazan fi’al untuk menunjukkan suatu perbuatan yang berlebihan atau yang berulang-ulang yang berarti banyak memperlihatkan atau pamer perbuatan-perbuatan yang baik. Menurut istilah adalah meninggalkan ikhlas di dalam amal demi selain Allah[8].
Hasbi ash siddieqy dalam kitab tafsirnya Al-Bayan, mengatakan Orang yang bersedekah dengan menyebut-nyebut sedekahnya dan menyakiti perasaan si penerima sama seperti perbuatan orang kafir. Oleh sebab itu orang muslim wajib menjauhuinya[9]. Dalam kitab tafsirnya yang lain tafsir al-qur’anul majid An-Nuur, beliau berpendapat “ucapan yang baik, penolakan secara halus yang menyenangkan hati si peminta lebih baik dari pada memberi sedekah yang disertai sikap yang menyakitkan hati si penerima sedekah,(al-baqaroh ayat 263). sama Seperti pepatah/kaidah “menolak kerusakan didahulukan, daripada hal yang mendatangkan kemaslahatan[10]
Allah Ta’ala memperingatkan bahwasanya sedekah batal karena diikuti dengan menyebut-nyebut dan menyakiti perasaan yang menerimanya. Abu Hurairah pernah menceritakan bahwa Nabi SAW, telah bersabda “sesungguhnya Allah tidak memandang kepada bentuk dan harta kalian tetapi, memandang kepada kalbu dan amal perbuatan kalaian” (HR. Muslim dan Ibnu Majah). Dalam Hadits lain, “Ingatlah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging yang apabila ia baik, maka baiklah seluruh tubuh dan apabila ia rusak maka seluruh tubuh menjadi rusak pula. Ingatlah ia adalah hati.” Untuk itu janganlah kamu membatalkan sedekahmu dengan menyebut-nyebut dan menyakiti seperti batalnya sedekah orang yang riya. Yaitu yang tampak oleh manusia bahwasanya dia bersedekah karena Alllah, padahal dia bermaksud meraih pujian orang melalui shadaqahnya, serta tujuan duniawi lainnya, dengan memutuskan perhatiannya dari Allah,seperti firman-Nya “….Dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian”.
Allah memberi perumpamaan akan infaqnya orang yang riya’.  “Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah Dia bersih (tidak bertanah)”. Yakni halus dan kering serta tidak tersisa tanah sedikitpun. Demikian pula halnya amal-amal orang yang riya’. Semuanya lenyap dan sirna disisi Allah, walaupun tampak bagi dirinya sebagai amal .[11] pada ayat sebelumnya ayat 261 surah al-Baqaroh seorang yang tulus bersedekah diumpamakan seperti petani yang menanam suatu butir benih di tanah yang subur, sehingga menghasilkan tujuh ratus butir, bahkan berlipat ganda. Maka disini benih itu ditanam diatas batu sehingga tidak dapat tumbuh bahkan benihnya hilang terbawa hujan. Dan dengan demikian, mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan (sedekah).
“...dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”.(Q.S. Al-Baqarah:264) Inilah keputusan Allah terhadap mereka yang bersedekah karena riya’. Dia tidak sungguh-sungguh percaya kepada Allah dan hari akhirat, sebab itu bukan pahala dari Allah yang diharapkannya, melainkan pujian manusia. Walaupun dia mengakui beragama islam, sudah sama saja keadaannya dengan orang yang kafir. Kian lama dia akan kian hanyut, petunjuk tidak akan datang, sebab itu harta-bendanya tidak akan membawa berkat baginya[12]. Sebab Allah tidak menerima amal bila didalmnya ada riya’ walau sebesar biji sawipun, “Sekali-kali Allah tidak akan menerima suatu amal yang didalamnya terdapat sebesar biji sawi dari riya’.” (HR. al-Mundziri di dalam kitab tarhib-nya)[13]
Dalam tafsir Al Misbah dijelaskan, bahwasanya yang hilang ketika seseorang bersedekah dengan riya’ bukan hanya pahala (ganjaran) dan hasil dari sedekah saja yang hilang. Akan tetapi sedekah yang merupakan modalnya pun hilang tak berbekas. Padahal awalnya modal tersebut ada dan pahalanya pun harusnya juga ada. Akan tetapi karena riya’ atadi, maka hilanglah kedua-duanya. Allah bermaksud melipatgandakanya, akan tetapi lenyap sudah karena perbuatan riya tesebut.[14]
Quraisy Shihab dalam tafsirnya menjelaskan, perumpamaan orang yang bersedekah disertai dengan mann dan adza,  dari segi keterbukaan niat yang buruk dan kedoknya serta kesia-siaan amalnya bagaikan shafwaan. Kata ini seakar dengan shafaa’ yang berarti suci, bersih dari noda dan kotoran. Bahkan sangat-sangat bersih dan licin sebagaimana dipahami denngan ditambahinya aif dan nuun pada akhir kata tersebut. Ini karena batu yang ditunjuk dengan kata shafwaan adalah batu yang tidak sedikitpun retak, atau dinodai apapun. Yang sedekah dengan pamrih meletakkan sedekahnya disana, diibaratkan ditimpa hujan deras, maka hilanglah. Tak berbekas. Seandainya dia bukan batu licin, atau seandainya dia batu yang retak atau berlobang, atau berpori-pori, maka bisa jadi masih ada tanah yang tersisa yang tidak ikut hilang pada saat diguyur hujan tadi.[15]
Jika dalam ayat sebelumnya diterangkan bahwasanya orang yang beramal dengan ikhlas ibarat menanam benih di tanah yang subur sehingga menghasilkan tujuh sehingga tidak akan tumbuh benihnya bahkan hilang terbawa air hujan.[16]
B.     Al-Baqaroh ayat 265

ãã@sWtBur tûïÏ%©!$# šcqà)ÏÿYムãNßgs9ºuqøBr& uä!$tóÏGö/$# ÅV$|ÊötB «!$# $\GÎ7ø[s?ur ô`ÏiB öNÎgÅ¡àÿRr& È@sVyJx. ¥p¨Yy_ >ouqö/tÎ/ $ygt/$|¹r& ×@Î/#ur ôMs?$t«sù $ygn=à2é& Éú÷üxÿ÷èÅÊ bÎ*sù öN©9 $pkö:ÅÁム×@Î/#ur @@sÜsù 3 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÅÁt/ ÇËÏÎÈ  

“Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, Maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. jika hujan lebat tidak menyiraminya, Maka hujan gerimis (pun memadai). dan Allah Maha melihat apa yang kamu perbuat”.
            Dari tafsir Al-Misbah karangan Quraisy Shihab, dalam ayat tersebut mengandung dua tujuan bagi orang yang menafkhahkan hartanya di jalan Allah. Yang pertama yaitu mardhatii-llaah[17] yaitu keridhaan Allah. Yang dalam tafsirnya Al-Biqa’i sebagaimana yang dikutip oleh Quraisy Shihab, menjelaskan bahwa kata tersebut mengandung makna pengulangan dan kesinambungan, sehingga berarti berulang-ulangnya ridha Allah sehingga menjadi mantap dan berkesinambungan. Adapun tujuan yang kedua yaitu tatsbiitan min anfusihim تَثْبِيتًا مِنْ أنفُسِهِمْ, yakni pengukuhan atau keteguhan jiwa. Yakni nafkah yang mereka berikan itu dalam rangka mengasah dan mengasuh jiwa mereka, sehingga dapat memperoleh kelapangan dada dan pemaafan terhadap gangguan dan kesalahan orang lain, serta kesabaran dan keteguhan jiwa dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban agama.[18]
            Dalam ayat ini, orang yang menafkahkan hartanya karena Allah diibaratkan dengan sebuah kebun. Dari sini memberikan pengertian bahwasanya perumpamaan yang diberikan pun adalah sesuatu yang mantap, yang telah memiliki akar yang terhujam, berbuah banyak, dan memiliki air yang cukup. Dataran tinggi, dimana kebun itu berada, disiram oleh hujan yang lebat" وَابِلٌ "  yang turun dari langit, menimpa daun dan dahan, sisanya diserap oleh tanah di mana akar-akar tumbuhan menghujam. Air yang tidak dibutuhkannya mengalir kebawah dan ditampung oleh yang membutuhkannya. Tak heran jika buahnya pun berlipat. Meskipun hanya diguyur oleh gerimis, akan tetapi air di tanah sudah cukup memadai untuk pertumbuhannya. Sebagaimana kebun tersebut. Air yang diterimanya baik sedikit maupun banyak, ia tetap saja menghasilkan buah, begitu pula seorang yang bersedekah dengan tulus. Baik yang disumbangkan sedikit maupun banyak, sedekahnya selalu berbuah dengan baik.[19] “ ….Dan Allah Maha melihat apa yang kamu perbuat ” (QS. 2: 265) pada akhir ayat ini Allah menegaskan bahwa setiap amal perbuatan tak lepas dari sepengetahuan Allah, dan segala amal pasti akan mendapatkan balasan, baik ataupun buruk, kecil ataupun besar amal tersebut
C.    Keutamaan Dalam Bersedekah
a)      Sedekah dapat menghapus dosa.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
والصدقة تطفىء الخطيئة كما تطفىء الماء النار
“Sedekah dapat menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api.” (HR. Tirmidzi, di shahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi, 614).

            Diampuninya dosa dengan sebab sedekah di sini tentu saja harus disertai taubat atas dosa yang dilakukan. Tidak sebagaimana yang dilakukan sebagian orang yang sengaja bermaksiat, seperti korupsi, memakan riba, mencuri, berbuat curang, mengambil harta anak yatim, dan sebelum melakukan hal-hal ini ia sudah merencanakan untuk bersedekah setelahnya agar ‘impas’ tidak ada dosa. Yang demikian ini tidak dibenarkan karena termasuk dalam merasa aman dari makar Allah, yang merupakan dosa besar. Allah Ta’ala berfirman:
أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ
Atau apakah mereka merasa aman dari siksaan Allah (yang tidak terduga-duga)? Tidak ada  yang merasa aman dari siksaan Allah selain orang-orang yang merugi.” (QS. Al A’raf: 99)

b)     Orang yang bersedekah akan mendapatkan naungan di hari akhir.
                       
            Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang 7 jenis manusia yang mendapat naungan di suatu, hari yang ketika itu tidak ada naungan lain selain dari Allah, yaitu hari akhir. Salah satu jenis manusia yang mendapatkannya adalah:
..رجل تصدق بصدقة فأخفاها، حتى لا تعلم شماله ما تنفق يمينه...
“Seorang yang bersedekah dengan tangan kanannya, ia menyembunyikan amalnya itu sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.” (HR. Bukhari no. 1421)

c)      Sedekah memberi keberkahan pada harta.
            Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ما نقصت صدقة من مال وما زاد الله عبدا بعفو إلا عزا
“Harta tidak akan berkurang dengan sedekah. Dan seorang hamba yang pemaaf pasti akan Allah tambahkan kewibawaan baginya.” (HR. Muslim, no. 2588)

            Apa yang dimaksud hartanya tidak akan berkurang? Dalam Syarh Shahih Muslim, An Nawawi menjelaskan: “Para ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud disini mencakup 2 hal: Pertama, yaitu hartanya diberkahi dan dihindarkan dari bahaya. Maka pengurangan harta menjadi ‘impas’ tertutupi oleh berkah yang abstrak. Ini bisa dirasakan oleh indera dan kebiasaan. Kedua, jika secara dzatnya harta tersebut berkurang, maka pengurangan tersebut ‘impas’ tertutupi pahala yang didapat, dan pahala ini dilipatgandakan sampai berlipat-lipat banyaknya.”[20]

d)     Allah melipatgandakan pahala orang yang bersedekah.
            Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ الْمُصَّدِّقِينَ وَالْمُصَّدِّقَاتِ وَأَقْرَضُوا اللَّهَ قَرْضاً حَسَناً يُضَاعَفُ لَهُمْ وَلَهُمْ أَجْرٌ كَرِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat-gandakan (ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” (Qs. Al Hadid: 18)

e)      Terdapat pintu surga yang hanya dapat dimasuki oleh orang yang bersedekah.
من أنفق زوجين في سبيل الله، نودي في الجنة يا عبد الله، هذا خير: فمن كان من أهل الصلاة دُعي من باب الصلاة، ومن كان من أهل الجهاد دُعي من باب الجهاد، ومن كان من أهل الصدقة دُعي من باب الصدقة
“Orang memberikan menyumbangkan dua harta di jalan Allah, maka ia akan dipanggil oleh salah satu dari pintu surga: “Wahai hamba Allah, kemarilah untuk menuju kenikmatan”. Jika ia berasal dari golongan orang-orang yang suka mendirikan shalat, ia akan dipanggil dari pintu shalat, yang berasal dari kalangan mujahid, maka akan dipanggil dari pintu jihad, jika ia berasal dari golongan yang gemar bersedekah akan dipanggil dari pintu sedekah.” (HR. Bukhari no.3666, Muslim no. 1027)

f)       Sedekah akan menjadi bukti keimanan seseorang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
والصدقة برهان
“Sedekah adalah bukti.” (HR. Muslim no.223)
An Nawawi menjelaskan: “Yaitu bukti kebenaran imannya. Oleh karena itu shadaqah dinamakan demikian karena merupakan bukti dari Shidqu Imanihi (kebenaran imannya)”

g)      Sedekah dapat membebaskan dari siksa kubur.
            Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‏إن الصدقة لتطفىء عن أهلها حر القبور
“Sedekah akan memadamkan api siksaan di dalam kubur.” (HR. Thabrani, di shahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib, 873)

h)     Sedekah dapat mencegah pedagang melakukan maksiat dalam jual-beli
            Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يا معشر التجار ! إن الشيطان والإثم يحضران البيع . فشوبوا بيعكم بالصدقة
“Wahai para pedagang, sesungguhnya setan dan dosa keduanya hadir dalam jual-beli. Maka hiasilah jual-beli kalian dengan sedekah.” (HR. Tirmidzi no. 1208, ia berkata: “Hasan shahih”)

i)        Orang yang bersedekah merasakan dada yang lapang dan hati yang bahagia.
            Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan permisalan yang bagus tentang orang yang dermawan dengan orang yang pelit:
مثل البخيل والمنفق ، كمثل رجلين ، عليهما جبتان من حديد ، من ثديهما إلى تراقيهما ، فأما المنفق : فلا ينفق إلا سبغت ، أو وفرت على جلده ، حتى تخفي بنانه ، وتعفو أثره . وأما البخيل : فلا يريد أن ينفق شيئا إلا لزقت كل حلقة مكانها ، فهو يوسعها ولا تتسع
“Perumpamaan orang yang pelit dengan orang yang bersedekah seperti dua orang yang memiliki baju besi, yang bila dipakai menutupi dada hingga selangkangannya. Orang yang bersedekah, dikarenakan sedekahnya ia merasa bajunya lapang dan longgar di kulitnya. Sampai-sampai ujung jarinya tidak terlihat dan baju besinya tidak meninggalkan bekas pada kulitnya. Sedangkan orang yang pelit, dikarenakan pelitnya ia merasakan setiap lingkar baju besinya merekat erat di kulitnya. Ia berusaha melonggarkannya namun tidak bisa.” (HR. Bukhari no. 1443)

D.     Kewajiban Setiap Muslim Untuk Bersedekah

عَنْ أَبِـيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللّٰـهِ صَلَّى اللّٰـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : كُلُّ سُلَامَـى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ : تَعْدِلُ بَيْنَ اثْنَيْنِ صَدَقَةٌ ، وَتُعِيْنُ الرَّجُلَ فِـيْ دَابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا ، أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ ، وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ ، وَبِكُلِّ خُطْوَةٍ تَـمْشِيْهَا إِلَـى الصَّلاَةِ صَدَقَةٌ ، وَتُـمِيْطُ اْلأَذَىٰ عَنِ الطَّرِيْقِ صَدَقَةٌ. (رَوَاهُ الْـبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ)

            Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap persendian manusia wajib bersedekah pada setiap hari di mana matahari terbit di dalamnya: engkau berlaku adil kepada dua orang (yang bertikai/berselisih) adalah sedekah, engkau membantu seseorang menaikannya ke atasnya hewan tunggangannya atau engkau menaikkan barang bawaannya ke atas hewan tunggangannya adalah sedekah, ucapan yang baik adalah sedekah, setiap langkah yang engkau jalankan menuju (ke masjid) untuk shalat adalah sedekah, dan engkau menyingkirkan gangguan dari jalan adalah sedekah.’” [HR. al-Bukhâri dan Muslim][21]

            Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Setiap persendian manusia wajib bersedekah.” Makna hadits ini ialah bahwa penyusunan tulang-tulang dan kesempurnaannya termasuk nikmat-nikmat Allah Azza wa Jalla yang paling besar pada hamba-Nya. Oleh karena itu setiap tulang harus bersedekah; dan pemiliknya bersedekah mewakili setiap tulang yang ada pada dirinya, agar menjadi syukur atas nikmat tersebut[22].

Dalam hadits dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma , Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّهُ خُلِقَ كُلُّ إِنْسَانٍ مِنْ بَنِـى آدَمَ عَلَـىٰ سِتِّيْنَ وَثَلاَثِ مِئَةِ مَفْصِلٍ : فَمَنْ كَبَّرَ اللّٰـهَ ، وَحَمِدَ اللّٰـهَ ، وَهَلَّلَ اللّٰـهَ ، وَسَبَّحَ اللّٰـهَ ، وَاسْتَغْفَرَ اللّٰـهَ ، وَعَزَلَ حَجَرًا عَنْ طَرِيْقِ النَّاسِ ، أَوْ شَوْكَةً ، أَوْ عَظْمًـا عَنْ طَرِيْقِ النَّاسِ ، وَأَمَرَ بِمَعْرُوْفٍ ، أَوْ نَـهَىٰ عَنْ مُنْكَرٍ ، عَدَدَ تِلْكَ السِّتِّيْنَ وَالثَّلَاثِ مِئَةِ السُّلَامَى ، فَإِنَّهُ يُمْسِيْ يَوْمَئِذٍ وَقَدْ زَحْزَحَ نَفْسَهُ عَنِ النَّارِ.

            Sesungguhnya anak keturunan Adam diciptakan di atas 360 persendian. Barang-siapa bertakbir kepada Allah, memuji Allah, bertahlil kepada Allah, bertasbih kepada Allah, menyingkirkan batu dari jalanan kaum Muslimin, atau menyingkirkan duri, atau menyingkirkan tulang, atau menyuruh kepada kebaikan, atau melarang dari kemungkaran setara dengan jumlah 360 persendian, maka pada sore harinya ia menjauhkan dirinya dari neraka[23].

            Pada suatu malam Fudhail bin ‘Iyâdh membaca ayat (al-Balad/90:8-9) kemudian menangis. Ia ditanya: “Mengapa menangis?” Ia menjawab, “Apakah engkau pernah bermalam pada suatu malam dalam keadaan bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla yang telah menciptakan dua mata untukmu kemudian engkau melihat dengan keduanya? Apakah engkau pernah bermalam pada suatu malam dalam keadaan bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla yang telah menciptakan lidah untukmu sehingga engkau bisa berbicara dengannya?...” al-Fudhail mengulang-ulang contoh tersebut[24]. Kesimpulannya sedekah juga menghantarkan kita kepada hamba yang senantiasa bersyukur, bersyukur atas apa yang telah diberikan.












BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

1.      Shodaqoh adalah pemberian sesuatu yang bersifat kebaikan dari seseorang kepada orang lain atau dari satu pihak ke pihak lain tanpa mengharapkan imbalan apa-apa kecuali ridha Allah SWT.
2.      Semakin banyak seseorang itu menafkahkan hartanya dijalan kebaikan, semakin banyak pula jalan kemudahan untuk mendapatkan gantinya yang lebih banyak. Tidak ada orang yang karena kedermawanannya menjadi bangkrut atau pailit, sebab Allah SWT akan menggantikannya dengan yang lebih baik
3.      Sedekah dapat batal atau hilang dikarenakan orang yang memberi menyebut- nyebutkan apa yang diberi dan terlebih menyakiti hati si penerima.
4.      Orang yang bersedekah benar-benar hanya mengharapkan keridhaan Allah, di ibaratkan tanaman yang ditanah yang subur di dataran tinggi, buahya lebat daripada pada kebun yang lain, tak perlu hujan lebat untuk menyiraminya, embun pagipun sudah cukup.
5.      Mengiklaskan Niat Dalam Sedekah
       Azza wa Jalla berfirman:

لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا

Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia, kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (orang) bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Barangsiapa berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami akan memberinya pahala yang besar.” [an-Nisâ'/4:114]


Daftar Pustaka
‘Abdullah Yusuf Ali .The Holly Qur’an text, translation, and commentary. Terj. Ali audah. Bogor; PT Pustaka Litera Antar Nusa. 2009. Cet III
Abu Zakaria bin Syaraf bin Murra al-Nawawy, Riyadhus al-Shalihin . Semarang: Toha Putra, 2004
Al-Qur’an
Bahrun Abu Bakar, L.C. mahkota pokok-pokok hadis,  (Bandung; Sinar Baru) cet II. 2002.
HAMKA. Tafsir Al Azhar. Jakarta; Pustaka Panjimas.1983
Tafsir Ibnu Katsir. Gema Insani. Jakarta. 1999
______________, Pustaka Imam Asy-Syafi’i:Jakarta. 2008
Teungku Muhammad Hasbi Ash Siddieqy, al-qur’anul majid An-Nuur. Semarang; PT Pustaka Rizki Putra. 2000.
_______________ Al-Bayan Tafsir Penjelas Al-Qur’anul Karim. Semarang; PT Pustaka Rizki Putra. 2002.
Musthafa Dieb Al-bugha Muhyiddin Mistu. Al-Wafi Fi syarhil Arba’in An-Nawawiya. Terj. Muhil Dhofir. Jakarta; Al-I’tishom. Cet. Ke 17. 2011
Quraisy Shihab. Tafsir Al-Misbah . Lentera Hati; Jakarta. 2002
            Yazid bin Abdul Qadir Jawas. Sedekah Sebagai Bukti Keimanan dan Penghapus Dosa. Jakarta; Pustaka at-Taqwa. 2009.
            Zuhairi Misrawi. Al-Qur’an kitab toleransi; Inklusivisme, Pluralisme, dan Multikulturalisme. Jakarta; Fitrah. 2007



                [1] QS. Al-Baqoroh ayat 2
                [2] QS. Al-Kahfi ayat 29
                [3] Eskatologi (dari bahasa Yunani ἔσχατος, Eschatos yang berarti "terakhir" dan -logi yang berarti "studi tentang") adalah bagian dari teologi dan filsafat yang berkaitan dengan peristiwa-perisitwa pada masa depan dalam sejarah dunia, atau nasib akhir dari seluruh umat manusia, yang biasanya dirujuk sebagai kiamat (akhir zaman). Dalam mistisisme, ungkapan ini merujuk secara metaforis kepada akhir dari realitas biasa, dan kesatuan kembali dengan Yang Ilahi. Dalam banyak agama tradisional, konsep ini diajarkan sebagai kejadian sesungguhnya pada masa depan yang dinubuatkan dalam kitab suci atau cerita rakyat. Dalam pengertian yang lebih luas, eskatologi dapat mencakup konsep-konsep terkait seperti, misalnya Era Mesianik atau Mesias, akhir zaman, dan hari-hari terakhir.  Sepadan artinya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) eskatologis  juga diartikan mengenai hal-hal terakhir, spt kematian, hari kiamat, kebangkitan.
                [4] Zuhairi Misrawi. Al-Qur’an kitab toleransi; Inklusivisme, Pluralisme, dan Multikulturalisme. Jakarta; Fitrah. 2007. Hal.97
                [5] Musthafa Dieb Al-bugha Muhyiddin Mistu. Al-Wafi Fi syarhil Arba’in An-Nawawiya. Terj. Muhil Dhofir. Jakarta; Al-I’tishom. Cet. Ke 17. 2011 hadit nomor satu bab “Niat”. Allah berfirman dalam kitabnya ;
لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا             Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia, kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (orang) bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Barangsiapa berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami akan memberinya pahala yang besar.” [an-Nisâ'/4:114]
                [6]  
عن أبي هريرةَ - رضي الله عنه - ، قَالَ : قَالَ رَسُول الله - صلى الله عليه وسلم
)) كُلُّ سُلامَى مِنَ النَّاسِ عَلَيهِ صَدَقَةٌ ، كُلَّ يَومٍ تَطلُعُ فِيهِ الشَّمْسُ : تَعْدِلُ بَينَ الاثْنَينِ صَدَقةٌ ، وتُعِينُ الرَّجُلَ في دَابَّتِهِ ، فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا أَوْ تَرفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ ، وَالكَلِمَةُ الطَيِّبَةُ صَدَقَةٌ ، وبكلِّ خَطْوَةٍ تَمشيهَا إِلَى الصَّلاةِ صَدَقَةٌ ، وتُميطُ الأذَى عَنِ الطَّريقِ صَدَقَةٌ )) مُتَّفَقٌ عَلَيهِ .
Lihat di Abu Zakaria bin Syaraf bin Murra al-Nawawy, Riyadhus al-Shalihin (Semarang: Toha Putra, 2004), h. 75
[7] Syekh Mansyur Ali Sanif dalam kitabnya mahkota pokok-pokok hadis, aliah bahasa oleh Bahrun Abu Bakar, L.C. Sinar Baru; Bandung, cet II. 2002. Hal.129-130 bahwa Riya’ ada dua macam pertama: riya’ yang dimaksudkan beribadah kepada Allah tetapi dibarengi dengan selain-Nya; kedua,riya’ yang dimaksudkan beribadah demi orang-orang lain saja dan lupa kepada Allah. Keduanya termasuk syirik khafi(syirik yang tidak nampak) dan sangat besar dosanya, sehubunga dengan hal tersebut Rasulullah pernah bersabda"Maukah kalian aku ceritakan tentang amal perbuatan yang menurutku harus lebih kalian takuti daripada dajjal?” kami (para sahabat) menjawab, “tentu sajakami mau, wahai Rasulullah.” Rasul SAW, Bersabda, “syirik yang tak terlihat, yaitu seseorang berdiri untuk mengerjakan salat, lalu ia menghiasi salatnya karena ia sedang dilihat oleh orang lain. Didalam riwayat lain disebutkan “sesungguhnya hal yang paling aku takutkan menimpa umatku ialah syirik kepada Allah (menyekutukan Allah). Ingatlah aku tidak mengatakan, bahwa mereka menyembah matahari, bulan, dan berhala, tetapi amal perbuatan yang dikerjakan karena selain Allah, dan syahwat yang tidak terlihat.(hadist tersebut diriwayatkan oleh al-Mundziri di dalam kitab at-Tarhib-nya)
[8] Tafsir Ibnu Katsir jilid 1. Gema Insani. Jakarta. 1999 hal. 440
[9] Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi Ash Siddieqy, Al-Bayan Tafsir Penjelas Al-Qur’anul Karim. Semarang; PT Pustaka Rizki Putra. 2002. Jilid 1 hal. 107
[10] Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi Ash Siddieqy, al-qur’anul majid An-Nuur. Semarang; PT Pustaka Rizki Putra. 2000. Jilid 1 hal. 461
[11] Tafsir Ibnu Katsir jilid 1. Gema Insani. Jakarta. 1999 hal. 440
[12]  Dr. HAMKA. Tafsir Al Azhar. Jakarta; Pustaka Panjimas.1983 juz 3 hal.65
[13] Bahrun Abu Bakar, L.C. mahkota pokok-pokok hadis(karya Syekh Mansyur Ali Nashif) ,  (Bandung; Sinar Baru) cet II. 2002. Hal. 130
[14] Quraisy Shihab. Tafsir Al-Misbah Jilid 1. Lentera Hati. Jakarta. 2002 hal. 572 lihat juga di ali audah. The Holly Qur’an text, translation, and comme ary (karya ‘Abdullah Yusuf Ali) Bogor; PT Pustaka Litera Antar Nusa. 2009. Cet III nt hal 264-266
[15] Ibid hal. 572
[16] Ibid hal. 573
[17] ‘Atha’ al-Khurasani mengatakan: “yakni, jika engkau memberikan sesuatu karena mencari keridhaan Allah, maka pahala amal itu bukanlah urusanmu.” Dalam kitab tafsir ibnu katsir beliu menjelaskan; “ini merupakan makna yang yang bagus, maksudnya adalah bahwa jika seseorang bersedekah dalam rangka mencari keridhaan Allah, maka pahalanya terserah pada Allah, dan tidak ada masalah baginya, apakah sedekah itu diterima oleh orang yang baik atau orang yang jahat,orang yang berhak menerima maupun orang yang tidak berhak menerima. Orang yangbersedekahini tetap mendapatkan pahala atas niatnya. (tafsir ibnu katsir jilid 1, Pustaka Imam Asy-Syafi’i:Jakarta. 2008 hal. 542)
[18] Quraisy Shihab. Tafsir Al-Misbah Jilid 1. Lentera Hati. Jakarta. 2002  hal. 536
[19] Ibid
[21] Hadits ini shahîh, diriwayatkan oleh: Al-Bukhâri no. 2707, 2891, 2989, Muslim no. 1009 (56), Ahmad 2/312, 316, 374, Ibnu Hibbân no. 3372-at-Ta’lîqâtul Hisân, Al-Baihaqi 4/187-188, Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah no. 1645
                [22] Lihat Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam 2/74-75
                [23] HR. Muslim (no. 1007).
                [24] Lihat Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam 2/75

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kupas kitab umdah Al-Qori

UMDAH AL-QORI KARYA BADRUDDIN AL-AINI Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata kuliah Kajian Kitab Hadis D...