Epistemologi, (dari bahasa
Yunani episteme (pengetahuan) dan logos
(kata/pembicaraan/ilmu) adalah cabang filsafat yang
berkaitan dengan asal, sifat, karakter dan jenis pengetahuan.
Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas
dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana
karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan.
Epistemologi atau Teori Pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.
Metode-metode untuk memperoleh pengetahuan
a. Empirisme
Empirisme adalah suatu cara/metode dalam filsafat yang mendasarkan cara memperoleh pengetahuan dengan melalui pengalaman. John Locke, bapak empirisme Britania, mengatakan bahwa pada waktu manusia di lahirkan akalnya merupakan jenis catatan yang kosong (tabula rasa),dan di dalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman inderawi. Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama-pertama dan sederhana tersebut.
Ia memandang akal sebagai sejenis tempat penampungan,yang secara pasif menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan kita betapapun rumitnya dapat dilacak kembali sampai kepada pengalaman-pengalaman inderawi yang pertama-tama, yang dapat diibaratkan sebagai atom-atom yang menyusun objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau tidak perlu di lacak kembali secara demikian itu bukanlah pengetahuan, atau setidak-tidaknya bukanlah pengetahuan mengenai hal-hal yang factual.
b. Rasionalisme
Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Bukan karena rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide kita, dan bukannya di dalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna mempunyai ide yang sesuai dengan atau menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.
c. Fenomenalisme
Bapak Fenomenalisme adalah Immanuel Kant. Kant membuat uraian tentang pengalaman. Barang sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinya sendiri merangsang alat inderawi kita dan diterima oleh akal kita dalam bentuk-bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Karena itu kita tidak pernah mempunyai pengetahuan tentang barang sesuatu seperti keadaannya sendiri, melainkan hanya tentang sesuatu seperti yang menampak kepada kita, artinya, pengetahuan tentang gejala (Phenomenon).
Bagi Kant para penganut empirisme benar bila berpendapat bahwa semua pengetahuan didasarkan pada pengalaman-meskipun benar hanya untuk sebagian. Tetapi para penganut rasionalisme juga benar, karena akal memaksakan bentuk-bentuknya sendiri terhadap barang sesuatu serta pengalaman.
d. Intusionisme
Menurut Bergson, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari pengetahuan intuitif.
Salah satu di antara unsur-unsur yang berharga dalam intuisionisme Bergson ialah, paham ini memungkinkan adanya suatu bentuk pengalaman di samping pengalaman yang dihayati oleh indera. Dengan demikian data yang dihasilkannya dapat merupakan bahan tambahan bagi pengetahuan di samping pengetahuan yang dihasilkan oleh penginderaan. Kant masih tetap benar dengan mengatakan bahwa pengetahuan didasarkan pada pengalaman, tetapi dengan demikian pengalaman harus meliputi baik pengalaman inderawi maupun pengalaman intuitif.
Hendaknya diingat, intusionisme tidak mengingkati nilai pengalaman inderawi yang biasa dan pengetahuan yang disimpulkan darinya. Intusionisme – setidak-tidaknya dalam beberapa bentuk-hanya mengatakan bahwa pengetahuan yang lengkap di peroleh melalui intuisi, sebagai lawan dari pengetahuan yang nisbi-yang meliputi sebagian saja-yang diberikan oleh analisis. Ada yang berpendirian bahwa apa yang diberikan oleh indera hanyalah apa yang menampak belaka, sebagai lawan dari apa yang diberikan oleh intuisi, yaitu kenyataan. Mereka mengatakan, barang sesuatu tidak pernah merupakan sesuatu seperti yang menampak kepada kita, dan hanya intuisilah yang dapat menyingkapkan kepada kita keadaanya yang senyatanya.
e. Dialektis
Yaitu tahap logika yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode penuturan serta analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan. Dalam kehidupan sehari-hari dialektika berarti kecakapan untuk melekukan perdebatan. Dalam teori pengetahuan ini merupakan bentuk pemikiran yang tidak tersusun dari satu pikiran tetapi pemikiran itu seperti dalam percakapan, bertolak paling kurang dua kutub
Epistemologi atau Teori Pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.
Metode-metode untuk memperoleh pengetahuan
a. Empirisme
Empirisme adalah suatu cara/metode dalam filsafat yang mendasarkan cara memperoleh pengetahuan dengan melalui pengalaman. John Locke, bapak empirisme Britania, mengatakan bahwa pada waktu manusia di lahirkan akalnya merupakan jenis catatan yang kosong (tabula rasa),dan di dalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman inderawi. Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama-pertama dan sederhana tersebut.
Ia memandang akal sebagai sejenis tempat penampungan,yang secara pasif menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan kita betapapun rumitnya dapat dilacak kembali sampai kepada pengalaman-pengalaman inderawi yang pertama-tama, yang dapat diibaratkan sebagai atom-atom yang menyusun objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau tidak perlu di lacak kembali secara demikian itu bukanlah pengetahuan, atau setidak-tidaknya bukanlah pengetahuan mengenai hal-hal yang factual.
b. Rasionalisme
Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Bukan karena rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide kita, dan bukannya di dalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna mempunyai ide yang sesuai dengan atau menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.
c. Fenomenalisme
Bapak Fenomenalisme adalah Immanuel Kant. Kant membuat uraian tentang pengalaman. Barang sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinya sendiri merangsang alat inderawi kita dan diterima oleh akal kita dalam bentuk-bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Karena itu kita tidak pernah mempunyai pengetahuan tentang barang sesuatu seperti keadaannya sendiri, melainkan hanya tentang sesuatu seperti yang menampak kepada kita, artinya, pengetahuan tentang gejala (Phenomenon).
Bagi Kant para penganut empirisme benar bila berpendapat bahwa semua pengetahuan didasarkan pada pengalaman-meskipun benar hanya untuk sebagian. Tetapi para penganut rasionalisme juga benar, karena akal memaksakan bentuk-bentuknya sendiri terhadap barang sesuatu serta pengalaman.
d. Intusionisme
Menurut Bergson, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari pengetahuan intuitif.
Salah satu di antara unsur-unsur yang berharga dalam intuisionisme Bergson ialah, paham ini memungkinkan adanya suatu bentuk pengalaman di samping pengalaman yang dihayati oleh indera. Dengan demikian data yang dihasilkannya dapat merupakan bahan tambahan bagi pengetahuan di samping pengetahuan yang dihasilkan oleh penginderaan. Kant masih tetap benar dengan mengatakan bahwa pengetahuan didasarkan pada pengalaman, tetapi dengan demikian pengalaman harus meliputi baik pengalaman inderawi maupun pengalaman intuitif.
Hendaknya diingat, intusionisme tidak mengingkati nilai pengalaman inderawi yang biasa dan pengetahuan yang disimpulkan darinya. Intusionisme – setidak-tidaknya dalam beberapa bentuk-hanya mengatakan bahwa pengetahuan yang lengkap di peroleh melalui intuisi, sebagai lawan dari pengetahuan yang nisbi-yang meliputi sebagian saja-yang diberikan oleh analisis. Ada yang berpendirian bahwa apa yang diberikan oleh indera hanyalah apa yang menampak belaka, sebagai lawan dari apa yang diberikan oleh intuisi, yaitu kenyataan. Mereka mengatakan, barang sesuatu tidak pernah merupakan sesuatu seperti yang menampak kepada kita, dan hanya intuisilah yang dapat menyingkapkan kepada kita keadaanya yang senyatanya.
e. Dialektis
Yaitu tahap logika yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode penuturan serta analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan. Dalam kehidupan sehari-hari dialektika berarti kecakapan untuk melekukan perdebatan. Dalam teori pengetahuan ini merupakan bentuk pemikiran yang tidak tersusun dari satu pikiran tetapi pemikiran itu seperti dalam percakapan, bertolak paling kurang dua kutub
Filsafat Ilmu (Epistemologi)
EPISTEMOLOGI
1. PENGERTIAN
EPISTEMOLOGI
Istilah
epistemologi didalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah “Theory of
knowledge”. Epistemologi berasal dari kata “episteme” dan “logos”. Episteme
berarti pengetahuan dan logos berarti teori. Ada beberapa pengertian
epistemologi yang diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan untuk
memahami apa sebenarnya epistemologi itu.
Epistemologi
juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Istilah epistemologi
berasal dari kata Yunani episteme berarti pengetahuan, dan logos berarti teori.
Menurut Musa
Asy’arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan mengenai
hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang sistematik dan metodik
untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu.
Menurut
Dagobert D.Runes epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas sumber,
struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan. Sementara itu, Azyumardi
Azra menambahkan, bahwa epistemologi sebagai “ilmu yang membahas tentang
keaslian, pengertian, struktur, metode dan validitas ilmu pengetahuan”.
Jadi,
Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal
mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan.
2. OBJEK DAN TUJUAN ESTIMOLOGI
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, tidak jarang pemahaman objek disamakan
dengan tujuan, sehingga pengertiannya menjadi rancu bahkan kabur. Jika diamati
secara cermat, sebenarnya objek tidak sama dengan tujuan. Objek sama dengan
sasaran, sedang tujuan hampir sama dengan harapan. Meskipun berbeda, tetapi
objek dan tujuan memiliki hubungan yang berkesinambungan, sebab objeklah yang
mengantarkan tercapainya tujuan
Objek
epistemologi ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa “segenap proses yang
terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk
memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan dan
sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu
merupakan suatu tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa
suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali.
Jacques
Martain mengatakan: “Tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab
pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang
memungkinkan saya dapat tahu”. Hal ini menunjukkan, bahwa epistemologi bukan
untuk memperoleh pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari, akan
tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah lebih
penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.
3. LANDASAN EPISTEMOLOGI
Landasan
epistemologi ilmu disebut metode ilmiah; yaitu cara yang dilakukan ilmu dalam
menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam
mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu pengetahuan merupakan
pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan
disebut ilmiah, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus
memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu
pengetahuan bisa disebut ilmu yang tercantum dalam metode ilmiah. Dengan
demikian, metode ilmiah merupakan penentu layak tidaknya pengetahuan menjadi
ilmu, sehingga memiliki fungsi yang sangat penting dalam bangunan ilmu
pengetahuan. Metode ilmiah telah dijadikan pedoman dalam menyusun, membangun
dan mengembangkan pengetahuan ilmu.
Menurut
Burhanudin Salam Metode ilmiah dapat dideskripsikan dalam langkah-langkah sebagai berikut :
(1) Penemuan atau Penentuan masalah. Di sini
secara sadar kita menetapkan masalah yang akan kita telaah denga ruang lingkup
dan batas-batasanya. Ruang lingkup permasalahan ini harus jelas. Demikian juga
batasan-batasannya, sebab tanpa kejelasan ini kita akan mengalami kesukaran
dalam melangkah kepada kegiatan berikutnya, yakni perumusan kerangka masalah;
(2) Perumusan Kerangka Masalah merupakan usaha
untuk mendeskrisipakn masalah dengan lebih jelas. Pada langkah ini kita mengidentifikasikan faktor-faktor yang terlibat dalam
masalah tersebut. Faktor-faktor tersebut
membentuk suatu masalah yang berwujud gejala yang sedang kita telaah.
(3)
Pengajuan hipotesis merupakan usaha kita untuk
memberikan penjelasan sementara menge-nai hubungan sebab-akibat yang mengikat
faktor-faktor yang membentuk kerangka masalah tersebut di atas. Hipotesis ini
pada hakekatnya merupakan hasil suatu penalaran induktif deduktif dengan
mempergunakan pengetahuan yang sudah kita ketahui kebenarannya.
(4) Hipotesis dari Deduksi merupakan merupakan
langkah perantara dalam usaha kita untuk menguji hipotesis yang diajukan.
Secara deduktif kita menjabarkan konsekuensinya secara empiris. Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa deduksi hipotesis merupakan identifikasi
fakta-fakta apa saja yang dapat kita lihat dalam dunia fisik yang nyata, dalam
hubungannya dengan hipotesis yang kita ajukan.
(5) Pembuktian hipotesis merupakan usaha
untuk megunpulkan fakta-fakta sebagaimana telah disebutkan di atas. Kalau
fakta-fakta tersebut memag ada dalam dunia empiris kita, maka dinyatakan bahwa
hipotesis itu telah terbukti, sebab didukung oleh fakta-fakta yang nyata. Dalam
hal hipotesis itu tidak terbukti, maka hipotesis itu ditolak kebenarannya dan
kita kembali mengajukan hipotesis yang lain, sampai kita menemukan hipotesis
tertentu yang didukung oleh fakta.
(6) Penerimaan Hipotesis menjadi teori Ilmiah hipotesis
yang telah terbukti kebenarannya dianggap merupakan pengetahuan baru dan
diterima sebagai bagain dari ilmu. Atau dengan kata lain hipotesis tersebut
sekarang dapat kita anggap sebagai (bagian dari) suatu teori ilmiah dapat
diartikan sebagai suatu penjelasan teoritis megnenai suatu gejala tertentu.
Pengetahuan ini dapat kita gunakan untuk penelaahan selanjutnya, yakni sebagai
premis dalam usaha kita untuk menjelaskan berbagai gejala yang lainnya. Dengan
demikian maka proses kegiatan ilmiah mulai berputar lagi dalam suatu daur
sebagaimana yang telah ditempuh dalam rangka mendapakan teori ilmiah tersebut.
3.1. Beberapa Jenis Metode Ilmiah
Menurut Burhanudin Salam beberapa jenis metode ilmiah yaitu :
1. Observasi
Beberapa ilmu seperti
astronomi dan botani telah dikembangkan secara cermat dengan metode observasi.
Didalam metode observasi melingkupi pengamatan indrawi seperti : melihat,
mendengar, menyentuh, meraba.
2. Trial and Error
Teknik yang diperoleh karena
mengulang-ulang pekerjaan baik metode, teknik, materi, parameter-parameter
sampai akhirnya menemukan sesuatu, memerlukan waktu yang lama dan biaya yang
tinggi.
3. Metode eksperimen
Kegiatan ekperimen adalah berdasarkan
pada prinsip metode penemuan sebab akibat dan pengajuan hipotesis. Peranan
metode ini adalah hanya untuk membedakan satu faktor atau kondisi pada suatu
waktu, sedangkan faktor-faktor lainnya diusahakan tidak berubah atau tetap.
4. Metode Statistik
Istilah statistik berarti pengetahuan
tentang mengumpulkan, menganalisis dan menggolongkan data sebagai dasar
induksi. Metode statistik telah ada sejak lama, yaitu untuk membantu pemimpin
dan penguasa mengumpulkan data tentang penduduk, kematian, kesehatan dan
perpajakan. Metode statistik ini telah berkembang dan lebih menarik minat lagi,
sehingga metode statistik dipakai dalam kehidupan sehari-hari misalnya
perdagangan, peredaran uang dan lain sebagainya. Statistik memungkinkan kita
untuk menjelaskan sebab dan akibat dan pengaruhnya, melukiskan tipe-tipe dari
fenomena-fenomena dan kita dapat membuat perbandingan-perbandingan dengan
mempergunakan tabel-tabel dan grafik. Statistik juga dapat meramalkan
kejadian-kejadian yang akan datang dengan tingkat ketepatan yang tinggi.
5. Metode Sampling
Terjadinya sampling, yaitu apabila
kita mengambil beberapa anggota atau bilangan tertentu dari suatu kelas atau
kelompok sebagai wakil dari keseluruhan kelompok tersebut dapat mewakli secara
keseluruhan atau tidak. Seandainya bahan yang akan kita uji itu menunjukkan
kesamaan jenisnya melalui sebuah sampel dapatlah diperoleh hasil dengan
ketepatan yang tinggi.
6. Metode Berpikir Reflective
Metode reflective thinking pada
umumnya melalui enam tahap, yaitu :
a. Adanya kesadaran kepada sesuatu
masalah
b. Data yang diperoleh dan relevan
yang harus dikumpulkan
c. Data yang terorganisasi
d. Formulasi Hipotesis
e. Deduksi Hipotesis
f. Deduksi harus berasal dari
hipotesis
g. Pembuktian kebenaran verifikasi
3.2. Teori-Teori Kebenaran
Menurut
Endang Saifuddin Anshari (dalam H. Mumuh M. Zakaria, 2008) Teori kebenaran
dapat ditentukan dengan :
1. Teori Koherensi/Konsistensi (The Consistence/Coherence Theory of Truth) :
a. Kebenaran ialah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan
pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih lebih dahulu diketahui, diterima
dan diakui sebagai benar.
b. Suatu putusan dianggap benar apabila mendapat penyaksian (pembenaran) oleh
putusan-putusan lainnya yang terdahulu yang sudah diketahui,diterima dan diakui
benarnya.
Contoh:
“Semua manusia akan mati. Si Polan adalah seorang manusia.Si Polan pasti akan
mati.” “Sukarno adalah ayahanda Megawati. Sukarno mempunyai puteri. Megawati adalah
puteri Sukarno”.
Teori ini dianut oleh mazhab
idealisme. Penggagas teori ini adalah Plato (427-347 S.M.) dan Aristoteles
(384-322 S.M.), selanjutnya dikembangkan oleh Hegel dan F.H. Bradley
(1864-1924).
2.
Teori Korespondensi (The Correspondence Theory
of Thruth):
Kebenaran adalah kesesuaian
antara pernya-taan tentang sesuatu dengan kenyataan sesu-atu itu sendiri.
Contoh: “Ibu kota Republik
Indonesia adalah Jakarta”.
Teori ini digagas oleh
Aristoteles (384-322 S.M.), selanjutnya dikembangkan oleh Bertrand Russel
(1872-1970). Penganut teori ini adalah mazhab realisme dan materialisme.
3. Teori Pragmatis (The Pragmatic Theory of Truth):
“Kebenaran suatu pernyataan
diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan
praktis”; dengan kata lain, “suatu pernyataan adalah benar jika pernyataan itu
mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia”. Kata kunci teori ini
adalah: kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability), akibat atau
pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory consequencies).
Pencetus teori ini adalah
Charles S. Pierce (1839-1914) dan William James.
Kritik: betapa kabur dan samarnya pengertian berguna (usefull) itu.
Kritik: betapa kabur dan samarnya pengertian berguna (usefull) itu.
4.
RUANG LINGKUP EPISTEMOLOGI
M. Arifin
merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber dan validitas
pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur,
macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin
menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah
ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun
ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu
yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan sampai dimanakah batasannya. Semua
pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua masalah pokok ; masalah sumber ilmu
dan masalah benarnya ilmu.
Mengingat
epistemologi mencakup aspek yang begitu luas, sampai Gallagher secara ekstrem
menarik kesimpulan, bahwa epistemologi sama luasnya dengan filsafat. Usaha
menyelidiki dan mengungkapkan kenyataan selalu seiring dengan usaha untuk
menentukan apa yang diketahui dibidang tertentu.
Dalam
pembahasa-pembahsan epistemologi, ternyata hanya aspek-aspek tertentu yang
mendapat perhatian besar dari para filosof, sehingga mengesankan bahwa
seolah-olah wilayah pembahasan epistemologi hanya terbatas pada aspek-aspek
tertentu. Sedangkan aspek-aspek lain yang jumlahnya lebih banyak cenderung
diabaikan.
M. Amin
Abdullah menilai, bahwa seringkali kajian epistemologi lebih banyak terbatas
pada dataran konsepsi asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan secara
konseptual-filosofis. Sedangkan Paul Suparno menilai epistemologi banyak
membicarakan mengenai apa yang membentuk pengetahuan ilmiah. Sementara itu,
aspek-aspek lainnya justru diabaikan dalam pembahasan epistemologi, atau
setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian yang layak.
Namun,
penyederhanaan makna epistemologi itu berfungsi memudahkan pemahaman seseorang,
terutama pada tahap pemula untuk mengenali sistematika filsafat, khususnya
bidang epistemologi. Hanya saja, jika dia ingin mendalami dan menajamkan
pemahaman epistemologi, tentunya tidak bisa hanya memegangi makna epistemologi
sebatas metode pengetahuan, akan tetapi epistemologi dapat menyentuh pembahasan
yang amat luas, yaitu komponen-komponen yang terkait langsung dengan “bangunan”
pengetahuan.
5. EPISTEMOLOGI
PENDIDIKAN
Epistemologi diperlukan dalam
pendidikan antara lain salah satunya dalam hubungannya dengan penyusunan dasar
kurikulum. Pengetahuan apa yang harus diberikan pada anak didik, diajarkan di
sekolah dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan dan cara menyempaikannya
seperti apa? Semua itu adalah epistemologinya pendidikan. Lahirnya KBK
(Kurikulum Berbasis Kompetensi) adalah salah satu usaha baik dari pemerintah
untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Baik dari segi kognitif,
afektif, dan psikomotor.
Melihat kondisi ini, dilihat dari
sudut epistemologi adalah seharusnya pengetahuan apa yang harus diberikan
kepada anak didik?. Hal ini tentu terkait dengan pengetahuan kita akan
kebutuhan yang diperlukan anak didik. Harus mengetahui dan memahami berbagai
kemampuan atau kelebihan atau kecerdasan yang dimiliki anak. tidak bisa semua
siswa diberlakukan sama.
Bagaimana cara memperoleh pengetahuan? Pada dunia
pendidikan cara memperoleh pengetahuan yang sesuai dengan kebutuhan justru pada
sekolah-sekolah swasta yang pada dasarnya tidak ingin tergantung pada
kapitalisme semata. Mereka mendidik anak-anak dengan mengembangkanpotensi yang
ada dengan harapan anak-anak bisa berkembangan secara maksimal. Cara
tradisional, guru dianggap sebagai pusat segala-galanya. Guru yang paling
pandai dan gudang ilmu. Siswa adalah penerima. Cara model sekarang, banyak
diantaranya mengembangkan metode active learning untuk memacu
kreativitas dan daya inisiatif siswa. Guru hanya sebagai fasiltator saja. Guru
mengarahkan siswa. Siswa dapat memperolehnya melalui diskusi, problem based
learning (PBL), pergi ke perpustakaan, belajar dengan e-learning
(internet), membaca dan sebagainya. Cara-cara seperti ini akan memacu potensi
siswa daripada siswa diperlakukan hanya sebagai objek yag pasif saja.
Bagaimana cara menyampaikannya?. Pertanyaan
ini terkait dengan kompetensi guru serta metode atau gaya pengajaran yang
mereka terapkan. Cara penyampaian cukup mempengaruhi motivasi siswa dalam
belajar. Salah satu contoh SD Kreatif. SD ini memberikan pengajaran yang unik.
Kadang guru memberikan pendidikan dengan outbound, dengan bentuk dongeng atau
cerita, atau dengan memberikan pesan moral dan mengajak untuk berpikir
rasional.
6.
EPISTEMOLOGI MATEMATIKA
Kajian epistemologi
matematika adalah sekelompok pertanyaan mengenai apakah matematika itu (pertanyaan
yang diperbincangkan oleh para ahli matematika selama lebih daripada 2000
tahun), termasuk jenis pengetahuan apa (pengetahuan empirik ataukah pengetahuan
pra-pengalaman), bagaimana ciri-cirinya (deduktif, abstrak, hipotesis, eksak,
simbolik, universal, rasional, dan kemungkinan ciri lainnya), serta lingkupan
dan pembagian pengetahuan matematika (matematika murni dan matematik terapan
serta berbagai cabang matematika yang lain). Demikian pula persoalan tentang kebenaran matematika
seperti misalnya sifat alaminya dan macamnya. Jadi, matematika jika ditinjau
dari aspek epistemologi, matematika mengembangkan bahasa numerik yang
memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif.
Problem
dasar pendidikan matematika kita di Indonesia adalah siswa atau mahasiswa tidak
dibiasakan untuk menginterpretasikan sebuah persoalan. Padahal, matematika itu
adalah interpretasi manusia terhadap fenomena alam. Dampaknya, siswa bahkan
mahasiswa, pandai mengerjakan soal, tetapi tidak bisa memberikan makna dari soal
itu. Matematika hanya diartikan sebagai sebuah persoalan hitung-hitungan yang
siap untuk diselesaikan atau dicari jawabannya. Ini akibat tidak diajarkannya
filsafat atau latar belakang ilmu matematika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar